Tuesday, December 21, 2010
:)
dan aku di sini hanya anak kecil yang baru bisa mengerti :D
Tuesday, November 30, 2010
Hutan dan Karun
Tanpa tongkat, aku dapat mendaki
Tanpa kompas, aku dapat menjelajah
Helaan napas yang menderu
Ucap yang berkesah
Peluh yang menetes
Tak bisa mengartikan suara dedauan yang terinjak
Gemericik aliran sungai
Walau terdengar dari kejauhan
Bersenandung bersama riangnya kicau burung
Selama batu itu tak berpindah
Mungkin aku tak kan terjatuh
Selama buah pinus tak berubah warna
Dan jerami kering tak berjamur
Rasanya aku tak kan tersungkur
Selama angin ini masih bertiup
Dan aku tetap merasakan harumnya
Langit masih akan tetap biru berawan
Selama matahari masih mengawasi
Kan ku kuatkan hati untuk meyakini
Saphire itu akan kutemukan di tempat ini
Wednesday, September 15, 2010
Q.S. Al-Fajr : 27-30
Yaa ayyatuhannafsul muthmainnah. Ir ji'ii ilaa Rabbiki roodhiyatammardhiyyah. Fadkhulii fii 'ibaadii, wadkhulii jannatii
Wahai jiwa yang tenang! Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang ridho dan diridhoi-Nya. Maka masuklah ke dalam golongan hamba-hamba-Ku, dan masuklah ke dalam surga-Ku.
Monday, September 13, 2010
POTRET
Aku dan airku
Aku dan warnaku
Aku dan hembusan angin yang melewatiku
Kemanakah cahaya akan jatuh
Kemanakah aliran kan mengalir
Kemanakah bias keindahan kan merona
Kemanakah harum semerbak kan terbang terbawa
Apalah yang ditakutkan dengan bau busuk yang tercium
Dengan suatu gelap, kelam
Dengan arus yang deras ataupun lemah
Semua itukah buat kecewa? bahkan dengan gambaran yang tak sempurna
Tahukah, angin tak bisa menjelaskan segalanya
Warna tak bisa memaksakan pesonanya
Air pun tak bisa memberi solusi
Lantas, masih risaukah dengan bayangan?
Thursday, August 12, 2010
Q.S. Al-Ma'aarij ayat 19-27
Sungguh, manusia diciptakan bersifat suka mengeluh. Apabila dia ditimpa kesusahan dia berkeluh kesah, dan apabila mendapat kebaikan (harta) dia jadi kikir. KECUALI orang-orang yang melaksanakan shalat, mereka yang tetap setia melaksanakan shalatnya. Dan orang-orang yang dalam hartanya disimpan bagian tertentu, bagi orang (miskin) yang meminta dan yang tidak meminta. Dan orang-orang yang mempercayai hari pembalasan. Dan orang-orang yang takut terhadap azab Tuhannya.
Thursday, August 5, 2010
kemarin dan hari ini
Akhirnya travel berangkat, meninggalkan Bandung sekitar pukul 6. Perjalanan agak macet di sana-sini. Tol Cipularang yang lancar agak tersendat karena ada perbaikan jalan. Macet kembali menghadang ketika memasuki tol dalam kota Jakarta. Karena antrean masuk tol cukup panjang, sopir memutuskan mengambil jalan kiri dan tidak masuk tol dalam kota seperti biasanya kalau saya pakai travel yang sama ke Karawaci.
Dasar memang hari kerja, di luar tol juga macet. Akhirnya kami baru sampai di Karawaci jam 10 dan langsung menuju kantor tempat saya kerja praktek bulan Juni lalu. Karena banyaaak banget yang harus diurus dan sampe bingung, jujur, bingungnya karena harus nunggu lama sekali HR yang sedang meeting, akhirnya kami baru selesai membereskan urusan kerja praktek pukul 5 sore lebih.
Saya memeang berencana tidak langsung balik ke Bandung setelah selesai urusan di Tangerang. Saya mau pulang dulu ke rumah di Cikarang, Bekasi. Sepulang dari kantor, saya menunggu bus jurusan Cikarang-BSD-Tangerang. Aduh lamaaa banget nunggunya. Sampai senja turun dan azan berkumandang, saya masih menunggu bus di pinggir jalan. Ketar-ketir hati saya, takutnya sudah tidak ada bus jurusan itu yang lewat lagi. Pas hari mulai agak gelap, tapi untungnya belum gelap-gelap banget, bus merah besar itu lewat juga. Hhhaah, alhamdulillah. Saya pun dapat tempat yang agak di belakang karena sudah lumayan penuh. Tak apalah, yang penting masih di pinggir samping jendela, tempat yang saya sukai. Perjalanan cukup panjang, kalau tidak macet seharusnya kurang dari dua jam sudah bisa sampai rumah. Tetepi lagi-lagi karena macet akibat jalanan yang dipadati orang pulang kerja, saya baru sampai rumah sekitar pukul sepuluh malam.
Sampai rumah, saya langsung makan dan tidur. Keesokan harinya, hari ini, saya kan harus langsung balik lagi ke Bandung karena sudah ada janji dengan beberapa teman. Walaupun tidak terlalu lama di rumah, obrolan dengan papah tetap mengasyikkan. Papah sedikit bercerita tentang pengalamannya ikutan kelompok ngaji yang aneh di Tasikmalaya. Untungnya Papah cuma coba-coba dan liat-liat aja, karena menurutnya kelompok itu ngawur. Maklumlah orang sudah tua lagi pengen rajin-rajinnya ngaji.
Tadinya saya berencana berangkat pukul 9 pagi dari rumah, menuju ke Bandung lagi. Tapi bandan masih lemes jadinya saya sengaja menunda sampai jam 10. Lumayan tambahan istirahat sejam di rumah, bisa sambil makan dan nonton tv. Entah kenapa hari itu jam 10 siang masih macet. Cikarang memang daerah industri yang juga macet setiap pagi dan sore. Tapi pukul 10 sepertinya sudah tidak pagi. Ya sudahlah tak apa, toh saya juga tidak menyetir. Bus dengan jurusan Jabababeka-Bandung yang saya tumpangi selau tepat waktu kalau berangkat, pukul 10 saya berangkat dari Cikarang dan sampai Bandung pukul 12 lewat dikit.
Sampai di terminal Bandung, biasanya saya langsung naik bus damri Leuwipanjang-Dago atau turun di pintu tol sebelum terminal kemudian naik angkot Caringin-Dago. Saya memilih lanjut naik bus damri, karena walaupun jalannya kayak siput baru bangun tidur, setidaknya bus damri hanya satu kali ngetem di terminal dan jalur yang ditempuhnya lebih pendek tidak muter-muter ke sana ke mari seperti angkot. Dan saya juga males kalau naik angkot takutnya banyak ngetem jadinya saya capek pikiran dan hati karena menggerutu di dalam. Tapi ternyata bus damri yang saya naiki salah, saya terlalnjur terbawa bus Leuwipanjang-Cicaheum. Saya pun baru sadar salah naik bus ketika sampai di depan alun-alun Bandung. Bus yang ke arah dago biasanya tidak lewat sini. Saya masih ambil santai, "ah paling ambil jalur yang beda untuk ngehindarin macet", pikir saya. Tapi ternyata setelah saya pastikan dengan membaca tulisan terbailk yang ada di kaca belakang bus, saya benar-benar yakin kalu saya salah naik bus. Akhirnya saya turun di satu jalan yang labih timur daripada jalan Braga, kemudian jalan kaki ke tempat saya bisa naik angkot Cisitu-Tegal lega yang ke arah Cisitu. Yah akhirnya jalur yang saya lalui muter-muter juga meskipun naik damri karena angkot Cisitu ini jalurnya juga muter-muter. Dan angkot juga sempat beberapa kali ngetem. Akhirnya perjalanan dari terminal ke kosan mencapai satu setengah jam. Padahal bisanya cukup satu jam kurang, mungkin sekitar 45 menit. Hahahahah ya sudahlah karena salah naik bus damri, soalnya warnanya sama dan mereka berbari di jalur yang sama. Saya salah naik deh karena saya tadi langsung memilih naik bus yang paling depan. Hohohoh gapapalah pengalaman :D
Monday, August 2, 2010
warning
jangan pernah menunda sesuatu
Inimah sebenernya peringatan buat saya sendiri. Nyadar nyadar nyadar! Karena ditunda, jadinya tidak sesuai rencana!
Tuesday, July 20, 2010
Q.S. Ar-Rahman:13
Fabiayyiaalaairobbikumaatukadzdzibaan
Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?
Sunday, July 4, 2010
Ada Desa Terisolasi, Padahal di Kabupaten Bekasi!
Desa yang mo saya ceritain ini bisa dicapai dengan naik sepeda dari kompleks perumahan tempat saya tinggal. Saya tinggal di salah satu perumahan di Cikarang, Kabupaten Bekasi. Perumahan tempat saya tinggal ini adalah suatu kawasan industri yang cukup besar, ada kampus universitas internasional dan lapangan golf pula. Oleh karena itu saya cukup takjub karena ternyata di daerah yang ga jauh dari kawasan industri ini masih ada desa yang keadaannya berbeda 180 derajat. Hweeew, apalagi desa2 yang ada di papua sana. Ga kebayang.
Jadi gini ceritanya, tadi pagi saya niatnya keliling2 kompleks naek sepeda sekalian olahraga pagi. Tapi karna dari kecil saya udah sering keliling kompleks naik sepeda, bosen dong saya. Nah kebetulan karena perumahan tempat saya tinggal ini jaman daholo-nya adalah sawah (kata bapak saya) jadi ada pojok2 perumahan yang berbatasan dgn kampung2..
Dulu waktu kecil, saya ga berani masuk2 daerah kampung klo maen sepeda. Soalnya takut nyasar dan emang ga akan dikasih ijin sama orang tua. Nah sekarang kan saya udah gede,udah lebih berani dong. Hehe. Yaudah dengan sok tau saya masuk ke jalanan yang belom di aspal. Di setiap sudut-sudut perumahan selalu ada perbatasan dengan kampung. Jadi saya pikir saya pasti bisa nemu jalan tembus ke sudut perumahan yang lain tanpa harus balik ke jalan yang udah saya lewatin ketika masuk kampung untuk pulang ke perumahan lagi.
Saya ikutin aja jalananan tak beraspal, sampai nemu jalan aspal lagi tapi bukan jalanan perumahan. Jalanan tanpa aspal itu kanan-kirinya lapangan rumput luas yang ga diapa2in, alias ditumbuhin rumput liar. Nah di suatu pertigaan saya memilih jalan ke arah kanan yang saya perkirakan akan ada jalan tembus ke perumahan. Jalan aspal itu saya ikutin, terus sampe akhirnya jadi jalan tanah tak beraspal lagi. Tentunya lebar jalan yang saya laluin makin menyempit dan kadang melebar lagi. Ukurannya ga pasti, tapi yang jelas cuma bisa dilewatin sama 2 sepeda motor. Sebelah kiri kanan jalan itu rumah penduduk. Semakin banyak rumah di sisi-sisi jalan, jalannya makin menyempit. Akhirnya sampe ke jalanan yang cuma bisa dilewatin oleh 1 sepeda motor. Dan keliatannya, yg lewat situ emang jarang. Cuma orang-orang lewat aja sama ada motor sih saya liat diparkir di depan beberapa rumah warga. Tapi jarang banget sodar-sodara.
Saya ikutin jalan itu dan, taraaa saya sampai di ujung jalanan yang kiri-kanannya rumah penduduk, menuju ke jalanan yang kanan-kirinya sawah. Jalan itu menurun, jadinya saya dengan girang meluncur. Roda sepeda saya berputar cepat. Asik deh. Karena di sawah,jarak pandang jadi lebih jauh. Saya sudah bisa ngeliat perumahan di kejauhan. Tambah semangat saya mengayuh sepeda. Tapi ternyata ujung jalan yang saya tempuh ini, masuk ke kampung lain lagi. Alias rumah2 warga lagi. Dan, tantangan pertama adalah, di jalanan yg mo masuk ke kampung lain itu ada sapi yang sedang merumput. Ada banyak sapi yang merumput di tanah2 pinggir sawah. Satu ekor sapi berwarna coklat sedang asik makanin rumput di jalan setapak yang mau saya lewatin. Seperti yang udah saya sebutkan tadi, selebar-lebarnya jalanan itu, cuma bisa dilaluin 2 sepeda motor kayaknya. Masalahnya, sapi yang sedang asik makan rumput di jalan itu punya tanduk cukup kekar. Tanduk kanannya udah putus, tapi tanduk kirinya masih tajem agak melengkung gitu. Huuuw, sodara2, ngelewatin ayam aja saya takut dipatok, apalagi musti ngelawatin binatang besar bertanduk. Kalem-kalem aja sih dia tapi saya memang penakut, pemirsa. Saya udah sempet memutar sepeda, balik lagi pulang lewat jalan tempat saya masuk. Hmm, tapi karna ga mau pulang lewat jalan yang sama dan masih penasaran utk nemuin jalan tembus lain ke perumahan, saya menarik napas untuk lewat di samping sapi coklat itu. Saking ketakutannya, saya ngebayangin tiba2 sapi itu ngangkat kepalanya dan nyeruduk saya waktu saya lewat. Tapi ternyata, sapi itu kalem-kalem aja. Dia tetep santai makan rumput. Padahal saya udah baca2 doa dalam hati. Ah pokonya alhamdulillah saya udah berhasil lewat dgn selamat di samping sapi itu. Agak lebay ya rasa takut saya sebenernya.
Yodah akhirnya masuk deh ke kampung yang baru. Saya cari2 jalan yang mengarah ke perumahan. Jalanan di kampung ini lebih sempit lagi daripada kampung yang sebelumnya saya lewatin. Nah terus saya nemu jalan yang disemen di kampung itu. Tapi sekali lagi lebar jalan emang cuma cukup buat dilalui2 motor. Saya ikutin terus, jalan yang disemennya cuma dikit dan segera bersambung ke jalanan tanah lagi.eh nyampe lagi di ujung jalan yang nyambung ke jalan tengah sawah. Jalan itu mirip dengan jalan yg ada sapinya tadi, tapi itu jalan yang berbeda. Terus ada ibu-ibu lewat. Saya tanya, klo mo ke perumahan lewat mana. Jalan ke perumahan yang Ibu itu tunjukin adalah jalan masuk dari perumahan ke kampung yang tadi saya laluin. Tadinya saya mo nanya ada ga jalan lain, tapi karena Ibu itu kurang bisa berbahasa Indonesia dan saya ga bisa bahasa Sunda, saya lalu hanya mengucapkan terimakasih dan memutuskan memutar balik. Saya putuskan akan cari-cari jalan sendiri. Perumahan sudah kelihatan dari sawah tadi soalnya, harusnya sih ada jalan lain untuk ke perumahan selain jalan yang saya lewatin, begitu isi pikiran saya.
Saya ngulangin jalan yang udah saya lewatin dulu, terus nyobain jalan-jalan lain yang belum saya lewatin. Saya jadi merhatiin keadaan kampung. Got/selokannya kotor, dan kayanya ga dalem. Warna air di gotnya hitam, tinggi airnya cuma sedikit di bawah jalan. Saya sempat mikir mungkin kampung ini banjir klo hujan. Tapi karna di kampung ini masih banyak tanah yang ga diaspal, jadi mungkin kalo hujan ga banjir. Air hujan langsung meresap ke tanah dan ga ngumpul di got, jadi air di got ga meluap. Tapi tetep aja got di sepanjang kampung itu kotor, banyak sampahnya. Walopun ga menyebabkan banjir, got kotor yang mampet karena penuh sampah ga baik buat kesehatan warga. Pas lagi puter-puter cari jalan, ketemu bapak-bapak yang sedang duduk-duduk di warung. Salah satu bapak bertanya saya dari mana dan mo ke mana. Bapak ini bisa bahasa Indonesia. Saya jelasin saya lagi cari jalan keperumahan. Bapak itu nunjuk ke arah perumahan yang saya liat dari sawah tadi. "Itu udah perumahan" Kata Bapak itu. "Iya Pak, ada ga jalan ke situ?" tanya saya. Bapak itu lalu ngejelasin jalan yang sama, jalan yg saya laluin tadi. Udah capek sih saya sebenernya puter2 kampung itu. Capek juga klo harus cari jalan lain lagi. Tapi males bener ngebayangin lewatin sapi itu tadi. Klo ada jalan lain, mendingan lewat jalan lain. Saya tanya lagi ke bapak itu ada jalan lain ga, kata bapak itu ga ada jalan lain ke perumahan selalin jalan itu. Hufff... bener2 males bayangin sapi tadi. Hmm, ya udah saya pikir2 jalur lain. Masuk ke perumahan saya bisa lewat jalan raya Kalimalang, jalan raya di samping sebuah kali. Karena kampung itu berdempetan dengan perumahan, pasti ada jalan menuju jalan raya Kalimalang. Lagipula dari tadi saya puter-puter belum nemu jalan raya. Jadi ya mungkin aja jalan raya Kalimalang itu satu-satunya jalan raya terdekat yang bisa diakses.
Saya nanya ke Bapak tadi, klo mo ke Kalimalang lewat mana. Si Bapak menunjuk satu arah, katanya ikutin terus aja jalan itu, tapi lebih jauh katanya daripada ke jalan perumahan yg udah saya lewatin. Ya udah akhirnya saya memutuskan nyoba jalan yang ke kalimalang. Lewatin jalan dua tapak lagi, jalanan tanpa aspal. Nah di tengah jalan ketemu lagi tu sama sapi-sapi yang sedang makan pagi. Tapi kali ini yang melintang di tengah jalan adalah anak sapi. Warnanya putih, ga terlalu gede. Anak sapi itu badannya kurus. Ga terlalu menakutkan sih, tapi ga jauh dari jalanan, ada induk sapi yang sedang merumput juga. Kalo tu anak sapi sampe ketakutan gara-gara sepeda saya mo lewat dan anak sapi itu sampe ngadu ke ibunya, kan bisa terancam nasib saya. Yodah akhirnya saya tetep jalan pelan-pelan, berharap si ibu sapi ga bereaksi ketika sepeda saya terus jalan, klo tu anak sapi ga minggir bisa nabrak. Tapi untungnya si anak sapi ketakutan liat sepeda dan segera lari ke luar jalan, seperti yang saya sangat harapkan. Huufff, fiuuhh... Akhirnya lolos lagi dari keluarga sapi. Saya ikutin aja terus itu jalan, dan sempet nemu kawanan bebek yang lagi nyebrang jalan dua tapak yang saya lewatin itu. Beda sama sapi, bebek-bebek jalannya lebih cepet dan teratur. Di belakang bebek-bebek ada bapak pemilik bebek yang ngatur ke arah mana bebek-bebek harus berjalan. Dan perbedaan lainnya adalah, bebek-bebek jalannya selalu sambil ngobrol. Belom pernah liat kan, kawanan bebek jalan tanpa bersuara?
Saya lanjutin perjalanan, kiri-kanan jalan semakin sepi dari rumah penduduk. Rumput-rumput di pinggir jalan yang ada juga semakin tinggi. Ada tempat dimana saya ngeliat beberapa pemuda duduk-duduk di tanah kosong sambil ditemani beberapa motor yang nangkring. Mendingan pemuda-pemuda itu ngebersihin got aja daripada nongkrong pag-pagi di situ.
Saya ikutin terus jalan itu, dan semakin menyempit lagi. Dan ketemu turunan lagi dan harus ngelewatin tanah. Di ujung jalan yang samping kiri-kanannya sawah itu saya liat jalan menanjak dan saya harus ngelewatin kampung yang lain lagi. Aduuh ribet dan pusing sendiri saya ngebayangin harus ngelewatinnya. Saya kira diujung kampung ini udah langsung ketemu jalan raya. Ternyata emang masih bener-bener jauh, ga tau berapa kampung lagi yang harus saya lewatin untuk sampai ke jalan raya. Saya ngehayal, siapa tau nanti di sana saya ketemu sapi lebih banyak dan lebih nyeremin daripada anak sapi tadi. Bisa juga ketemu guguk. Misalnya masih ada 5 desa lagi yang harus saya lewatin, dan dari pengalaman masuk 1 desa aja ketemu 2 sapi yang lagi nyantai di tengah jalan, berarti ada kemungkinan saya bisa ketemu 10 sapi ditengah jalan dan artinya saya harus keringet dingin 10 kali. Ah ogah ah. Ya udah mendingan saya balik aja.
Ya udah akhirnya saya gagal nemuin jalan tembus lain, karena emang ga ada akses lain dari perumahan ke kampung itu selain jalan yang saya lewatin. Mungkin kampung yang kebetulan saya lewatin ini emang kampung yang jauh dari perumahan, dan jauh dari kampung-kampung lain yang nempel ke perumahan. Cuma ga kebayang, sebelum perumahan dibangun, warga kampung itu musti jauh banget perjalanan yang harus dilaluinya kalo mau ke jalan raya. Ke jalan raya Kalimalang, yang mau saya tuju tadi, bisa jadi adalah salah satu jalan raya terdekat yang bisa diakses. Dan untuk mencapai jalan raya terdekat itu musti ngelewatin beberapa kampung lagi. Kasian juga warganya. Mana jalanan di kampung itu mayoritas masih jalanan tanah. Bener-bener ga nyangka saya yang begitu masih ada di Kab. Bekasi.
Hehehe ga bermaksud apa-apa, cuma pengen sharing-sharing aja. Tapi seru juga sih pengalaman pagi itu :D
Sayang pas itu niatnya cuma olahraga pagi jadinya ga bawa kamera. Ga bisa berbagi gambar desa itu di sini.
Sunday, May 2, 2010
Kue dan Dermawan
Adi menghampiri sebuah toko makanan. Ia berdiri di depan kaca toko. Di balik kaca tersusun rapi beraneaka macam kue dengan bentuk yang menarik. Ia menelan ludah sedikit. Dilhatnya lekat-lekat, satu pesatu, kue-kue yang terpajang cantik di toko itu. Pandangannya jatuh ke sepotong kue berbentuk segitiga. Kue itu terdiri dari tiga lapis. Bagian bawah berwarna coklat, lapisan tengah merupakan selai ungu yang tebal, dan lapisan atas berwarna putih pucat. Ia menabak rasa potongan kue tersebut. “Hmm, coklat, blueberry, vanilla. Pasti lezat”, batinnya. Di bagian atas potongan kue terdapat lelehan coklat yang telah membeku, dihiasi dengan potongan stoberi dan anggur. Kemudian pandangannya tergeser ke sebuah papan kecil di samping kue, bertuliskan rupiah yang harus dikeluarkan untuk menyantap potongan kue tersebut. Rp 13.999,00. Adi mengingat-ingat apakah uang di dompetnya mencapai jumlah tersebut. Ia teringat tadi pagi, sebelum berangkat sekolah, kakaknya yang baru pulang dari Singapura memberikan selembar uang berwarna biru; lima puluh ribu rupiah. Dengan gembira Adi memasuki toko tersebut. Seorang wanita cantik penjaga toko tersenyum ramah padanya. “Mau beli apa dek?”, Tanya wanita itu sambil menatap ke mesin uang yang ada di hadapannya. “Yang itu, Mbak”, jawab Adi sambil menunjuk ke potongan kue coklat yang diincarnya. “Satu potong saja?”. Adi mengiyakan. “Baik, ditunggu ya. Kue ini memang resep terbaru yang didatangkan dari ItalLy, Anda tidak akan melupakan cita rasa kue yang lezat ini”, Kata wanita penjaga toko sambil terus tersenyum, tapi tidak menatap Adi. Yang ditatapnya hanya mesin uang dihadapannya. Kue itu kemudian dibungkuskan dengan sebuah plastic mika yang bentuknya mengikuti bentuk potongan kue, dan diletakkan tepat di depan kepala Adi yang tingginya hamper sama dengan meja kasir. Adi merogoh saku celana biru tua yang dipakainya. Anak yang baru masuk kelas satu SMP ini memang belum terbiasa membawa dompet. Pertama ia merogoh saku kanan celananya. Sang uang kertas berwarna biru tidak ada. Mesin uang berbunyi. Wanita penjaga toko telah mencatat dan menge-print tanda pembayaran untuk kue tersebut. Adi kemudian ganti merogoh saku kiri celananya. Tidak ada. Kedua tangannya lalu dimasukkan ke dua saku bekang celananya. Tidak ada juga. Kemudian ia mencoba melihat saku bajunya. Yang ada hanya dua lembar uang seribuan.
Adi mengingat-ingat dimana seharusnya uang lima puluh ribu itu berada. “ah!” Adi spontan berteriak. Ia ingat sekarang. Tadi pagi setelah menyimpan uang lima puluh ribu dari Akbar, kakaknya, Adi diajak berbicara oleh Bi Inah. Bi Inah yang melihat Adi diberi uang lima puluh ribu oleh Akbar bermaksud meminjam uang tersebut untuk membeli obat sakit kepala. Bi Inah memang beberapa hari yang lalu mengaku tidak bisa tidur karena sakit kepala. Bi Inah adalah pengasuh Adi sejak kecil, wajar saja bila Bi Inah lebih mudah bersikap terbuka kepada Adi daripada anggota keluarga lainnya. Adi merasa iba pada Bi Inah, kemudian memberikan uang lima puluh ribu tersebut kepada Bi Inah. Ia berkata dalam hati bahwa akan mengikhlaskan uang tersebut kepada Bi Inah dan tidak akan menganggapnya sebagai hutang. Akhirnya ia berangkat sekolah dengan uang saku lima ribu rupiah seperti biasanya. Di sekolah ia telah membeli minuman ringan seharga tiga ribu rupiah, dan kini hanya tersisa dua ribu.
Wanita cantik penjaga toko menatap Adi, menunggu Adi menyerahkan uang untuk membayar kue. Adi tidak tahu harus bicara apa. Kue telah dibungkus dan tanda pembayaran sudah dicetak. Ia melihat tulisan di samping mesin penghitung uang; BARANG YANG SUDAH DIBELI TIDAK BOLEH DIKEMBALIKAN. Adi kemudian tergagap-gagap menjelaskan kisahnya pagi tadi, hingga bagaimana ia bisa sampai lupa bahwa ia tidak membawa uang. Wanita cantik yang tadi tersenyum ramah kini berubah raut mukanya. Kedua alisnya bertaut, suaranya meninggi. Ia tidak mau mendengar penjelasan Adi dan terus saja menyerocos dengan omelannya. Adi yang bingung segera ambil langkah seribu, kabur dari toko kue itu.
Adi segera pulang ke rumah. Kakak dan ibunya sedang berbincang-bincang. Adi segera menuju kamarnya dan langsung tertidur pulas. Jantungnya masih berdebar-debar. Tapi lelah luar biasanya akibat kabur dari omelan nenek sihir cantik itu telah membuat matanya tak mampu terbuka. Ia harus beristirahat.
Pukul 7.00 malam Adi terbangun. Di ruang tamu terdengar berisik sekali. Setelah cuci muka, Adi berjalan gontai menuju asal suara. “Adi, ayo ke sini. Kakak kenalkan dengan seseorang”, Akbar memanggilnya dengan sumringah. Adi bergabung ke ruang tamu. Di situ dilihatnya ibu, ayah, Akbar, dan… nenek sihir cantik tadi sore! “Ini pacar Kakak, namanya Dewi.” Akbar mengenalkan. Adi dan wanita itu bertatapan sejenak. Di wajah wanita itu kembali tersungging senyum ramah. “Halo” kata wanita itu sambil mengulurkan tangannya. Adi membalasnya dengan ragu-ragu. “Kak Dewi ini baik sekali, loh, Dek. Ini dia bawain kue coklat enak, gratis. Coba kalau beli di toko, pasti mahal banget. Contoh Kak Dewi ini ya, jadi orang harus dermawan, nggak boleh pelit-pelit.” Kata ibu dengan bahagia. Ibu memang selalu mengajarkan kepada Adi tentang kedermawanan dan sangat menyukai orang yang dermawan. Adi mengedip-ngedipkan matanya, kemudian mengucak-ngucaknya. Ia ingin memastikan apakah wanita itu adalah wanita yang ia temui di toko kue tadi sore. Kemudian ia melihat kue yang terletak di meja tamu. Satu loyang kue yang diselimuti lelehan coklat, di atasnya ada potongan buah stroberi dan anggur. Adi segera memotong kue tersebut. Di dalamnya ada tiga lapis, persis seperti kue yang dilihatnya tadi sore. Ia benar-benar tidak mengerti dengan sikap wanita tersebut. Tadi sore ketika Adi tidak membawa uang untuk membayar kue, wanita ini memarahinya tanpa ampun. Kini tiba-tiba ia ada di ruang tamu rumahnya, duduk manis dengan senyum ramah, bahkan ibu telah menyebutnya dermawan karena telah dibawakan satu loyang kue. Adi segera mengambil sepotong, lalu memindahkannya ke piring kecil. “Ibu, kue ini sepotong harganya Rp 13.999,00. Mbak, kue tadi sore yang sudah terlanjur dibungkus dan dicetak tanda pembayarannya, nanti ditagih ke ibu saya saja ya uangnya.” Kata Adi sambil membawa potongan kue itu keluar dari ruang tamu, kemudian duduk santai di depan tv sambil menikmati kue.
>>tugas apsas juga ni.. ^o^Monday, April 12, 2010
Telepon Genggam
Pagi itu ia bangun lebih awal, pukul 04.00. Ia mengendap-ngendap ke kamar tidur kakaknya. Kakaknya itu baru pulang dari negeri tetangga, Singapura. Sebagai oleh-oleh bagi kekasihnya, sang kakak membeli telepon genggam yang baru akan mulai beredar di Indonesia bulan depan. Untuk apa ia mengendap-endap ke kamar sang kakak saat ayam pun belum berkokok? Ia memang bukan pencuri, tapi ia sangat tertarik pada tetepon genggam tersebut. Bukan untuk memilikinya, tetapi untuk dipamerkan pada teman-temannya. Jadi ia berpikir untuk meminjam sehari saja, dibawa ke sekolah kemudian mementaskan drama pencurian yang tragis. Tak pernah dibayangkannya, drama itu akan menjadi benar-benar tragis bagi dirinya.
Sebelum berangkat sekolah, ia mampir ke pangkalan ojek di sudut pengkolan gang rumahnya. Ia mengenal salah satu tukang ojek yang sudah menjadi langganannya. Dengan sedikit kompromi, mereka akan memainkan drama pencurian siang nanti ketika pulang sekolah. Sang tukang ojek akan menggunakan penutup muka, mengancam dengan sebuah pisau agar ia memberikan semua harta yang ada di tangannya kemudian kabur pergi.
Rencana dengan tukang ojek telah dibuat dengan rapi. Maka rencana yang selanjutnya adalah memamerkan telepon genggam tak ada duanya tersebut kepada teman-teman sekelas, tentu saja dengan tujuan utama menarik perhatian gadis cantik berambut panjang yang selama ini dipuja hatinya. Dijelaskannya kepada teman-temannya, harga beserta merek telepon genggam tersebut yang berani di jaminnya tidak akan ditemukan di Indonesia sebelum bulan depan. Dengan perasaan bangga, sepulang sekolah ia menggiring teman-temannya ke posisi perencanaan pencurian. Waktu yang ditentukan adalah pukul 15.00 tetapi sang aktor pencuri ternyata telah datang pada pukul 14.30. Tanpa rasa curiga, ia memberikan telepon genggam milik sang kakak kepada sang aktor pencuri dengan sedikit gertakan saja. Drama pencurian ini dilakukan agar teman-temannya tidak bertanya padanya mengenai telepon genggam tersebut yang tidak akan dibawanya lagi ke sekolah karena akan dikembalikan kepada kakaknya.
Setelah telepon genggam diserahkan kepada sang aktor pencuri, 30 menit kemudian datang lagi aktor pencuri dengan gaya yang sama yaitu dengan penutup muka, membawa sebilah pisau, dan mengendarai sepeda motor. Ia bingung bukan kepalang, dan kekhawatiran mulai merasuki pikirannya. Tanpa dipedulikannya raut bingung di wajah teman-temannya, ia memerintahkan sang aktor pencuri kedua untuk mengejar aktor pencuri pertama yang telah pergi dengan sepeda motor.
Rupanya ada tukang ojek lain ada yang mendengarkan percakapan mereka tadi pagi mengenai rencana drama pencurian. Entah sang pendengar ini sesama tukang ojek atau memang seseorang berprofesi maling yang memang kebetulan lewat. Hingga petang datang memayungi langit dan suara adzan maghrib terdengar, telepon genggam tersebut belum kembali ke tangannya. Harus mencari ke mana pun ia sudah tak tahu.
Dengan kepala tertunduk menatapi kakinya yang melangkah, ia berjalan gontai ke rumah. Langkahnya kecil-kecil, tak berani ia perbesar karena tak tahu apa yang harus ia katakana kepada kakaknya ketika sampai di rumah.
>> ini ni buat tugas apsas!! :D
Tuesday, April 6, 2010
Mimpi adalah Kunci untuk Menaklukan Dunia
Bagi saya, hidup adalah rangkaian takdir yang sepertinya telah dirangkai oleh Tuhan untuk mencapai muara pada titik tertentu yang saya sendiri pun belum tahu akan dimana titik itu berada. Apa yang saya jalani, seberapa matang pun merencanakannya, tetap Tuhan yang akan menentukan pelaksanaannya. Yang saya ketahui selama ini adalah saya harus benar-benar tahu niat utama atau tujuan perbuatan yang saya rencanakan dan inginkan. Jadi meskipun takdir yang Tuhan lukiskan untuk saya berbeda dengan sketsa yang saya goreskan, tidak akan terlalu bermasalah untuk tetap menerima atau menjalani apa yang Tuhan berikan selama melalui jalur yang berbeda itu saya dapat mencapai tujuan utama. Jadi yang saya tentukan adalah tujuan perbuatan yang saya rencanakan. Saya menuliskan rencana-rencana dengan sebuah pensil kemudian saya berikan penghapusnya kepada Yang Berkuasa, saya biarkan Ia menghapus bagian-bagian yang sesungguhnya tidak perlu saya jalani ataupun yang kurang baik dan saya harus ikhlas melaluinya.
Saya lahir pada 3 April 1989, artinya saya akan segera menginjak usia 21 tahun. Tidak terasa memang, dua puluh tahun lebih sudah saya menghirup udara di bumi ini, menebarkan tangis dan tawa pada peristiwa dan suratan dunia yang saya temui. Ketika masih kecil, saya rangkaikan harapan-harapan saya untuk diwujudkan di masa dewasa. Anak kecil belum terlalu mengenal dunia, sehingga harapan-harapan tersebut begitu membuai saya seakan-akan dapat tergapai tanpa ada hambatan. Ya, mungkin ketika kecil dahulu saya belum begitu mengenal hambatan-hambatan yang ada di bumi. Mungkin ketika kanak-kanak dahulu, setiap saya menoleh ke kiri atau kanan yang ada hanya kegembiraan. Saya di masa kecil mungkin tak pernah mengenal adanya kegagalan, kemalasan, atau keputusasaan. Sehingga yang digantungkan untuk masa depan adalah harapan-harapan sempurna yang kini, ketika dewasa, hanya membuat dada sesak untuk mengingatnya karena belum mampu mewujudkannya. Meskipun tidak semua harapan itu tidak terwujud, ketidaktercapaian beberapa cita-cita masa kecil cukup membuat saya agak takut untuk bermimpi lagi. Saya sangat takut untuk kembali menggantungkan harapan kepada “saya di masa yang akan datang". Tapi perlu diakui, adanya saya sekarang di titik ini adalah akibat dari semangat yang terus menggelora dari harapan-harapan yang terpupuk di masa kecil. Baik dan buruknya, adanya saya di titik ini adalah hal yang saya syukuri.
Mengenai masa depan. Saya sangat senang membayangkan peta dunia. Saya sangat menikmati membaca atlas dan bermimpi dapat menjelajahi kota-kota yang saya baca namanya di atlas, tidak peduli benua atau negaranya, tidak peduli betapa jauh jaraknya dari tempat saya berada sekarang. Saya pun terkadang bingung apakah jurusan yang saya ambil untuk mengisi masa kuliah saya ini adalah jurusan yang tepat bagi saya, karena kerap kali saya merasa bosan dan tidak mampu mempelajari ilmu kimia ini lebih dalam. Terkadang saya berharap dapat bekerja sebagai reporter yang mendatangi tempat-tempat unik untuk dikabarkan pada orang lain yang tidak berkesempatan untuk mengunjunginya atau sebagai backpacker yang hidupnya dihabiskan dalam perjalanan menyusuri permukaan bumi. Tetapi semakin dewasa, tentunya semakin mengenal sifat dunia dan peraturan tak tertulis yang dimilikinya. Dunia seakan menjelaskan kepada saya perbedaan antara fantasi dan kenyataan. Bermimpi dapat menjelajahi dunia seperti “bule-bule” yang hanya bermodal sebuah ransel dan sandal jepit dimasukkan ke dalam sebuah kotak bernama fantasi, sedangkan yang harus saya buka dan tatap lekat adalah sebuah kotak bernama kenyataan. Kenyataan yang saya hadapi sekarang ini adalah bahwa saya seorang mahasiswa Program Studi Kimia ITB yang setiap malam membuka laptop untuk mempelajari berbagai sifat materi yang ada di bumi. Awalnya menarik memang, tetapi entah mengapa ketertarikan saya pada ilmu ini tidak mampu mengalahkan rasa bosan dan lelah sehingga saya kemudian mempertanyakan kadar ketertarikan saya pada bidang yang saya tekuni ini. Dalam kotak bernama kenyataan tersebut terdapat harapan bagi saya untuk dapat menjejakkan kaki ke tempat-tempat impian saya yang tertera dalam atlas, namun dengan syarat saya harus dapat menguasai salah satu bidang kajian ilmu kimia secara mendalam. Saya juga sangat suka mengendarai sepeda. Suatu kali saya sedang penat dengan tugas kuliah yang menumpuk di kepala dan batin saya, kemudian saya mengendarai sepeda dari gerbang belakang kampus ITB menuju gerbang depan. Sepeda meluncur dengan cepat karena jalur yang menurun. Saya sangat menikmatinya dan seketika rasa penat hilang. Kemudian saya harus mengembalikan sepeda tersebut ke gerbang belakang kampus, dengan demikian saya harus melalui jalan yang menanjak. Sangat tidak enak, karena dibutuhkan tenaga yang lebih besar untuk mengayuh sepeda pada jalan yang menanjak. Namun jalan itu tetap harus dilalui karena di mana ada jalan yang menurun pasti ada jalan yang menanjak. Dari pengalaman tersebut saya benar-benar menyadari arti kalimat “bersama kesulitan pasti datang kemudahan”. Apabila saya ingin menikmati kesenangan meluncur pada jalan yang menurun ketika bersepeda, saya harus rela untuk melalui jalan yang menanjak. Kembali pada kotak bernama kenyataan, maka saya simpulkan agar cita-cita saya tercapai dan saya dapat menikmati kebahagiaan menjelajahi permukaan bumi, saya harus rela bekerja keras melawan rasa bosan dan ketidakmampuan saya dalam mempelajari ilmu kimia.
Rencana yang saya miliki untuk 5 tahun ke depan tidak terbatas pada satu jalur saja, ada beberapa jalur alternatif yang dapat saya lalui. Rencana untuk 1 tahun ke depan adalah saya dapat lulus S1 pada Juli 2011. Untuk mencapai tujuan itu maka saya harus dapat menyelesaikan 144 sks wajib plus 12 sks wajib tambahan program Honours dengan baik. Saya ingin sekali mempelajari bahasa Jepang dan Jerman, namun karena kemampuan bahasa Inggris saya belum cukup baik maka pada semester 7 dan 8 saya berniat untuk memperdalam kemampuan bahasa Inggris saya terlebih dahulu. Saya berencana mengikuti TOEFL preparation class pada semester 7 dan English conversation course pada semester 8. Pada semester 7 dan 8 sudah tidak ada praktikum wajib yang menghabiskan waktu 4 jam per hari sehingga saya memiliki waktu yang lebih luang untuk meningkatkan kemampuan bahasa Inggris saya melalui kursus. Pada Juni-Juli 2010 saya akan melaksanakan kerja praktek di PT Clariant Indonesia, Tangerang. Perusahaan tersebut merupakan perusahaan multinasional yang bergerak di bidang chemical industry. Saya berharap dapat memperoleh pengetahuan mengenai aplikasi ilmu kimia pada industri sehingga saya akan lebih bersemangat dalam mempelajari teori-teori ilmu kimia pada perkuliahan.
Setelah lulus kuliah, saya ingin langsung bekerja dan tidak mengambil program fast track. Namun ini masih menjadi hal yang membingungkan. Seorang alumnus memberi saran kepada saya untuk tidak langsung mengambil S2 setelah lulus S1. Ia menyarankan saya terjun ke dunia kerja terlebih dahulu untuk mengenal aplikasi ilmu yang saya pelajari bagi industri, kemudian ketika saya telah menemukan suatu permasalahan menarik pada industri yang saya tekuni dan berkaitan erat dengan basic ilmu kimia yang saya miliki, saat itulah sebaiknya saya mengambil kuliah S2. Namun ada pula yang menyarankan kepada saya untuk langsung melanjutkan perkuliahan ke Strata 2 (mengambil program fast track) karena menurutnya, apabila sudah asyik bekerja atau terikat dengan kesibukan pekerjaan yang sangat padat, akan sulit untuk melanjutkan kuliah ke tingkat yang lebih tinggi. Sedangkan masukan dari teman-teman sesama mahasiswa program Honours adalah apabila memperoleh beasiswa untuk program fast track, sebaiknya kesempatan tersebut diambil. Namun bila tidak dapat memperoleh beasiswa tersebut, setelah lulus kuliah langsung mencari pekerjaan.
Hati saya mengatakan sebaiknya setelah lulus kuliah saya langsung bekerja selama 3-4 tahun. Sepertinya kurang baik bagi saya untuk melanjutkan kuliah dalam keadaan sedang enggan menghadapi rutinitas dan tugas khas mahasiswa kimia. Karena saya adalah orang yang mudah bosan, dalam waktu 3 tahun saya memperkirakan saya akan mengalami kebosanan dalam bekerja dan saat itulah saya akan melanjutkan S2.
Negara tujuan saya untuk mengambil kuliah S2 adalah Swiss, sebuah negara dengan luas wilayah yang tidak cukup besar di benua Eropa. Saya jatuh cinta kepada pemandangan alam yang dimiliki oleh daerah di kaki pegunungan Alpen, bernama Beatenberg. Walaupun belum pernah melihatnya langsung, saya tersihir dan mengatakan pada diri saya bahwa saya harus dapat menginjakkan kaki di sana. Beatenberg adalah daerah dengan luas wilayah 29,2 km2 dan jumlah penduduk 1153 jiwa (pada Desember 2008, sumber: http://en.wikipedia.org/wiki/Beatenberg). Daerah tersebut begitu indah dan tenang, dengan jumlah penduduk yang tidak banyak. Oleh karena itu saya berencana mencari beasiswa untuk berkuliah di Swiss. Ada beberapa universitas terkemuka di Swiss, diantaranya ETH Zurich, University of Zurich, University of Geneva, dan University of Basel. ETH Zurich dikenal sebagai “kampus Einstein”. Ilmu pengetahuan berkembang dengan baik di Swiss. Meskipun luas wilayahnya kecil, Swiss merupakan salah satu negara terkaya di dunia. Mayoritas warga negara Swiss telah memperoleh pendidikan hingga tingkat universitas.terdapat kesempatan yang terbuka bagi warga negara Indonesia untuk dapat berkuliah di Swiss dengan beasiswa dari pemerintah Swiss. Beasiswa tersebut khusus diberikan pada warga negara Indonesia, bukan bagi warga negara anggota ASEAN atau pun bagi mahasiswa Asia. Kesempatan tersebut tentu saja merupakan kesempatan yang saya idam-idamkan. Umur maksimum penerima beasiswa tersebut adalah 35 tahun, dengan demikian saya dapat bekerja dahulu selama 3 tahun sebelum mengajukan beasiswa S2 ke Swiss. Ada satu persyaratan dari beasiswa tersebut yang belum dapat saya temukan cara terbaik untuk memenuhinya, yaitu pengaju beasiswa diharuskan telah memperoleh persetujuan dari salah satu profesor di perguruan tinggi yang dituju bahwa sang profesor bersedia menjadi pembimbing pengaju beasiswa selama berkuliah di Swiss. Sampai saat ini saya belum mengetahui cara memperoleh informasi yang akurat mengenai profesor-profesor di beberapa universitas di Swiss berikut bidang yang ditekuninya.
Terdapat 4 bahasa yang digunakan di Negara Swiss, yaitu bahasa Jerman, Italia, Perancis, dan Romansh. Bahasa tersebut masing-masing digunakan pada wilayah yang berbatasan langsung dengan negara-negara asal masing-masing bahasa. Sebagian besar wilayah di Swiss menggunakan bahasa Jerman. Oleh karena itu saya sangat bersemangat untuk mempelajari bahasa Jerman. Meskipun pada tahun terakhir kuliah saya tidak dapat mengikuti kursus bahasa Jerman karena berencana mengikuti kursus-kursus yang memperdalam kemampuan berbahasa Inggris, sejak saat ini saya sudah mulai mengumpulkan buku-buku yang dapat digunakan untuk memulai belajar bahasa Jerman secara mandiri. Saya berkeinginan kelak dapat bekerja pada perusahaan tempat saya melaksanakan kerja praktek, yaitu PT Clariant Indonesia. Perusahaan tersebut berlokasi di Tangerang, saya berharap dapat mengikuti kursus bahasa Jerman pada tahun pertama saya bekerja nanti karena Tangerang merupakan wilayah perkotaan sehingga akan mudah bagi saya untuk menemukan tempat kursus bahasa Jerman.
Alasan lain saya menginginkan dapat bekerja di PT Clariant Indonesia adalah karena perusahaan tersebut merupakan perusahaan multinasional yang berpusat di Muttenz, Swiss. Bagi saya, ini merupakan takdir Tuhan sekaligus harapan bagi saya untuk dapat menjejakkan kaki di negara yang sebagian besar wilayahnya terdiri dari pegunungan Alpen tersebut. Sebenarnya, PT Clariant Indonesia bukan satu-satunya tempat yang saya inginkan untuk bekerja selepas kuliah nanti. Kuliah Kimia dan Masyarakat pada 25 Maret 2010 lalu telah menawarkan alternatif tempat kerja menarik yang dapat saya catat di daftar rencana hidup saya selepas lulus kuliah. Saya tertarik untuk dapat bekerja di PT Newmont Nusa Tenggara, penyebabnya adalah foto-foto keindahan alam Pulau Sumbawa yang ditampilkan pada presentasi kelas Kimia dan Masyarakat. Ya, mungkin saya adalah orang yang mudah tertarik pada gambaran mengenai keindahan alam yang baru bisa saya lihat di media. Seperti Beatenberg, Pulau Sumbawa memiliki keindahan alam yang mempesona. Selain itu saya pernah bertekad, sebelum melakukan perjalanan menjelajah dunia di luar wilayah territorial ibu pertiwi saya harus dapat mengenal negeri saya sendiri. Karena itu, bekerja di Nusa Tenggara menjadi salah satu keinginan saya. Saya ingin lebih mengenal alamnya, mengenal penduduknya yang meskipun berwarna kulit dan postur tubuh sama dengan saya tetapi pasti memiliki kebiasaan, pola pikir, dan budaya yang jauh berbeda dengan kebiasaan, pola pikir, dan budaya yang selama ini saya jalani. Mengenal keberagaman dan keunikan saudara sebangsa merupakan hal yang menarik dan memicu semangat saya.
Kekayaan alam Sumbawa sangat mengagumkan. Keindahan alam yang ditawarkan oleh Beatenberg adalah panorama pegunungan, sedangkan Sumbawa menawarkan keindahan alam pantai. Pasir putih, air laut yang jernih, berserta biota lautnya yang menawan. Pulau Sumbawa terletak di sebelah timur Pulau Lombok dan di sebelah barat Pulau Komodo. Pulau ini memiliki luas wilayah 14.386 km2 (sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Pulau_Sumbawa). Di pulau tersebut juga terdapat gunung berapi aktif, yaitu Gunung Tambora. Pulau di kawasan timur Indonesia tersebut memiliki daya tarik yang tidak kalah dari Beatenberg di Swiss. Namun sepertinya kawasan pertambangan PT Newmont Nusa Tenggara berada di daerah dekat pantai, sehingga keindahan alam yang dipamerkan pada kelas Kimia dan Masyarakat yang lalu hanya keindahan alam pantai saja. Dengan demikian, Pulau Sumbawa juga merupakan wilayah yang sangat kaya. Pemandangan alam yang indah diberkahi dengan sumber daya mineral tembaga, tidak semua wilayah memilikinya. Seharusnya masyarakat setempat dapat menikmati kehidupan perekonomian yang sangat makmur. Namun kenyataannya, keterbelakangan pendidikan membuat masyarakat setempat hanya dapat menjadi pekerja setingkat buruh pada perusahaan multinasional yang mengeruk hasil tambang di tanah kelahiran mereka.
Aktivitas pertambangan yang dilakukan oleh PT Newmont Nusa Tenggara bukan tanpa konsekuensi. Perlu dilakukan dilakukan pengawasan yang ketat mengenai dampak aktivitas pertambangan pada keseimbangan ekosistem lingkungan setempat. Bapak M Suryadi, sang pembicara, mengatakan bahwa bila PT Newmont Nusa Tenggara ditutup maka ribuan warga setempat akan menjadi pengangguran. Begitu besar kekuatan perusahaan asing tersebut untuk menopang kehidupan ribuan warga Sumbawa yang bertempat tinggal di sekitar daerah pertambangan. Warga tidak mungkin kembali pada mata pencaharian yang dilakukan oleh nenek moyangnya dahulu, menjadi nelayan ataupun petani madu.
Saya tertarik untuk bekerja di perusahaan tambang asing tersebut. Aktivitas pertambangan tidak bisa dihindari karena selain menyangkut sumber nafkah ribuan jiwa, barang hasil tambang yang diproduksi memang dibutuhkan oleh manusia di seluruh belahan dunia. Yang ingin saya lakukan adalah memanfaatkan ilmu yang saya peroleh selama kurang lebih empat tahun di Program Studi Kimia institute berlambang gajah duduk ini untuk turut membantu meminimalkan dampak buruk yang diakibatkan oleh aktivitas pertambangan di Pulau Sumbawa. Saya ingin bekerja pada bidang environmental control, dengan demikian saya juga memiliki peran menjaga kelestarian dan keindahan alam Pulau Sumbawa. Apabila rencana tersebut terwujud, berhasil bekerja di PT Newmont Nusa Tenggara, saya ingin sekali merintis usaha kecil-kecilan dari upah bekerja yang saya peroleh untuk membantu meningkatkan lapangan kerja masyarakat setempat yang tidak memperoleh kesempatan bekerja di PT Newmont Nusa Tenggara. Saya ingin menjadi petani madu, lebih tepatnya ingin mempekerjakan beberapa petani madu dengan modal yang saya punya. Saya berniat mempekerjakan beberapa petani madu yang merupakan penduduk asli Pulau Sumbawa, kemudian madu itu saya jual ke Pulau Jawa sehingga saya dapat memberikan upah kepada para petani tersebut. Bagi saya, akan sangat menyenangkan bila hal tersebut dapat terlaksana. Meskipun saya bekerja pada perusahaan asing, tetapi pekerjaan yang saya lakukan adalah menjaga kelestarian alam dan keseimbangan kehidupan berkelanjutan di Pulau Sumbawa sekaligus membantu masyarakat setempat memperoleh pengasilan dari wirausaha. Ya, itu memang mimpi yang sangat menarik. Tetapi untuk mewujudkannya, saya harus menekuni kembali rutinitas saya sebagai mahasiswa kimia dengan sungguh-sungguh agar saya benar-benar dapat menguasai ilmu yang akan berguna bagi menjaga kelestarian alam daerah yang terjamah aktivitas pertambangan.
Jadi, rencana hidup saya lima tahun ke depan adalah lulus kuliah S1 pada tahun 2010, bekerja di PT Clariant Indonesia atau PT Newmont Nusa Tenggara selama tiga tahun, kemudian melanjutkan kuliah S2 dengan negara tujuan Swiss. Bekerja tiga tahun selepas lulus kuliah selain bertujuan mengumpulkan pengalaman, juga bertujuan mengumpulkan modal karena setelah lulus S2 saya memilki rencana berwirausaha. Dengan berwirausaha kita dapat membantu orang lain memperoleh lapangan pekerjaan, selain itu juga saya merasa berwirausaha akan lebih menyenangkan karena seorang wirausahawan dapat dengan bebas menentukan aktivitas dan jadwal kerjanya. Dengan demikian saya dapat bekerja sesuai kemauan saya sendiri tanpa takut akan kontrol atau aturan tidak menyenangkan yang dibuat orang lain.
Ada satu hal yang ingin saya lakukan sebelum melaksanakan S2 di Swiss, yaitu mengajak ibu dan ayah saya menunaikan ibadah haji. Hal ini merupakan salah satu alasan kuat saya untuk segera mencari kerja setelah lulus kuliah. Saya ingin mengumpulkan rupiah sebanyak-banyaknya agar dapat memberangkatkan ayah dan ibu saya untuk menunaikan ibadah haji. Sebenarnya ayah dan ibu saya telah melaksanakan ibadah haji ketika saya duduk di bangku SMA. Namun saya telah melakukan kesalahan yang sampai sekarang pun saya belum berani mengungkapkannya kepada keduanya, terutama kepada ibu saya. Suatu ketika foto-foto kedua orang tua saya ketika menjalankan ibadah haji saya pindahkan dari memory card digital camera ke dalam laptop saya, karena saya ingin menggunakan digital camera tersebut dan harus mengosongkan memory card-nya. Foto-foto tersebut belum saya buat back-up-nya dalam CD atau komputer lain, sehingga kenangan kedua orang tua saya mengenai suasana ibadah haji yang dilakukan keduanya hanya tersimpan di laptop. Di lain hari, saya harus meng-install ulang drive C pada laptop karena gangguan virus pada drive tersebut membuat kerja laptop tidak maksimal. Seluruh data, termasuk foto-foto orang tua saya ketika menunaikan ibadah haji, tersimpan di dalam drive D. Saya meminta bantuan seorang teman yang telah berpengalaman untuk meng-install laptop agar saya tidak perlu mengeluarkan biaya peng-install-an di servise center atau sejenisnya. Namun ternyata terjadi kecelakaan yang tidak diinginkan ketika proses peng-install-an. Karena suatu kesalahan yang tidak disengaja, seluruh drive yang telah terpartisi tersebut mengalami format ulang sehingga seluruh isi drive terhapus, temasuk data pada drive D. Dengan demikian hilanglah sudah satu-satunya kenang-kenangan yang dimiliki ayah dan ibu saya ketika melaksanakan ibadah haji. Saya merasa sangat bersalah hingga tidak berani mengatakan perihal hilangnya foto-foto tersebut kepada ayah dan ibu saya, untung saja dari waktu hilang sampai saat ini ayah dan ibu saya belum menanyakan pernah tentang foto-foto itu. Namun rasa bersalah yang sangat besar itu membuat saya bertekad memberangkatkan ayah dan ibu saya menunaikan ibadah haji kembali agar keduanya dapat memiliki kembali foto-foto pelaksanaan ibadah haji mereka. Karena saya sangat mengerti bahwa pengalaman menunaikan ibadah haji di tanah suci amat berarti bagi keduanya. Tekad tersebut merupakan bentuk pertanggungjawaban atas kecerobohan yang telah saya lakukan. Saya berharap dapat mengembalikan memori ayah dan ibu saya tersebut sebelum saya melanjutkan kuliah S2.
Seperti yang telah saya sebutkan sebelumnya, mimpi masa kecil saya sangat tak terbatas. Bahkan ketika kecil dulu saya berharap di usia dua puluh tahun dapat menancapkan bendera merah-putih di Puncak Himalaya. Namun semakin dewasa, tentu saja saya semakin mampu menyeleksi mimpi-mimpi yang patut dipertahankan. Salah satu mimpi yang masih ingin dipertahankan adalah menikmati indahnya sakura yang hanya mekar satu tahun sekali di Negara Matahri Terbit. Masyarakat Jepang melakukan suatu perayaan yang disebut hanami setiap bunga sakura mekar pada akhir Maret hingga awal April. Karena 21 tahun lalu saya lahir di awal bulan April, saya berharap suatu saat nanti dapat merayakan hari lahir saya sambil menikmati secara langsung indahnya bunga sakura yang bermekaran. Saya anggap mimpi ini masih dapat tercapai, asalkan saya memiliki tekad kuat yang mampu membuat saya bersedia bekerja keras.
Andrea Hirata dalam novel tetraloginya memaparkan kisah perjuangan hidupnya, dari sebuah desa terpencil di Pulau Belitong hingga ke negeri tempat Menara Eiffel berdiri. Dari seonggok mimpi yang dimilikinya, beserta harapan dan keyakinan yang diberikan kedua orang tuanya, didukung dengan bantuan serangkaian takdir yang merupakan jawaban alam atas kemauan dan usaha keras pemohonnya, dan dengan izin Yang Mahakuasa, ia mampu menembus batas-batas ketidakmungkinan yang selalu dilihat orang. Batas-batas ketidakmungkinan yang terlihat oleh kebanyakan orangg, yang membuat mereka berhenti untuk melangkah.
Akan sangat bijak bila kita dapat senantiasa menebarkan senyuman pada takdir yang menghampiri kita, baik takdir itu adalah jawaban atas rencana yang kita rangkaiakan ataupun jalur alternatif yang diberikan oleh Tuhan. Karena Tuhan bukan memberikan kepada kita hal-hal yang kita inginkan, melainkan hal-hal yang kita butuhkan. Karena itu saya pun mengingatkan diri saya untuk tidak takut merangkai mimpi kembali, meskipun masih banyak mimpi-mimpi masa lalu yang belum tercapai. Dan mimpi baru saya sekarang adalah mewujudkan mimpi di masa lalu yang belum sempat saya perjuangkan.
Sunday, April 4, 2010
Tuesday, March 16, 2010
Resensi Video: The Napoleon Bonaparte Murder Mistery
Sten Forshufvud tidak mempercayai keputusan sejarah yang menyatakan penyebab kematian Napoleon adalah penyakit kanker perut. Napoleon Bonaparte meninggal dunia di usia 51 tahun, pada tanggal 5 Mei 1821 pukul 5.45 sore dan dimakamkan di Lembah Geranium, Saint Helena. 6 jam sebelum kematiannya, Napoleon berpesan kepada Dr. Francesco Antommarchi agar dilakukan otopsi terhadap tubuhnya untuk menemukan penyebab kematiannya.
Proses otopsi dilakukan oleh tidak kurang dari 6 dokter, salah satu dokter menyebutkan adanya kerusakan pada organ dalam perut Napoleon. Kemudian diperoleh kesimpulan bahwa penyebab kematian Napoleon adalah kanker perut.
Sten Forshufvud yang hidup satu setengah abad kemudian, tidak mempercayai hasil otopsi tersebut. Ia berpikir seseorang yang mati karena kanker seharusnya bertubuh kurus pada akhir hayatnya. Namun tidak demikian dengan Napoleon, tubuhnya gemuk ketika meninggal.
Penelitian Sten Forshufvud berawal ketika ia menemukan catatan harian Louis Marchand, seorang pelayan Napoleon yang setia. Catatan harian tersebut diterbitkan oleh Henry Lachouque, orang yang juga tertarik untuk meneliti kehidupan Napoleon. Catatan harian tersebut dibuat oleh Louis Marchand untuk putrinya, Malvina, agar putrinya mengetahui pengabdian ayahnya kepada sang kaisar agung.
Dari catatan harian tersebut Sten Forshufvud dapat mengetahui kisah kehidupan Napoleon selama di pengasingan setelah ia dikalahkan di Waterloo oleh tentara Inggris pada tahun 1815. Napoleon diasingkan di Saint Helena, sebuah pulau berbatu yang letaknya ribuan mil dari benua eropa. Pemerintah Inggris tidak mau mengulangi kesalahan yang sama, Napoleon pernah berhasil menyelamatkan diri dan bangkit melawan ketika Inggris mengasingkannya ke Elba pada tahun 1814.
Di sebuah rumah yang disebut Longwood House, Napoleon tinggal dari bulan Oktober 1815 hingga akhir hayatnya bersama beberapa orang terdekatnya, diantaranya Count Tristan de Montholon yang berperan sebagai kepala rumah tangga, seorang teman masa kecil bernama Franceschi Cipriani yang sekaligus berperan sebagai pengawal kepercayaan, Louis Marchand sang pelayan setia, dan istri Countess de Montholon bernama Albine Montholon. Selama di pengasingan kehidupan Napoleon diawasi oleh Gubernur Hudson Lowe, kaki tangan pemerintah Inggris.
Berangkat dari catatan harian Louis Marchand, Sten Forshufvud mencari bukti-bukti yang memperkuat dugaannya, yaitu bahwa Napoleon bukan mati karena kanker melainkan dibunuh, berdasarkan fakta bahwa para penguasa telah beberapa kali merencanakan pembunuhan karena merasa terancam kekuatannya selama Napoleon masih hidup.
Sten Forshufvud melakukan otopsi dengan cara menentukan senyawa kimia yang terkandung pada rambut Napoleon. Rambut ini diperoleh dari Henry Lachouqe dan Dane Mabel Brooks yang memiliki rambut tersebut sebagai warisan turun-temurun keluarganya. Ketika hidup, Napoleon pernah memberikan segenggam rambutnya kepada seorang tetangganya di Saint Helena bernama Betsy Balcombe. Ketika wafat, rambut Napoleon dibagikan kepada kerabat dekatnya sebagai barang berharga dari seorang kaisar besar.
Pada bulan November 1959 Sten Forshufvud meminta seorang ahli kedokteran forensik Universitas Glasgow bernama Hamilton Smith untuk mendeteksi kandungan senyawa dalam rambut-rambut tersebut tanpa memberi tahu darimana rambut-rambut tersebut berasal. Dengan dihujani radiasi neutron di Pusat Penelitian Atom Harwell di luar kota London, berhasil diketahui bahwa terdapat kandungan arsenik dalam rambut tersebut yang kadarnya jauh melebihi manusia normal. Dari analisis tersebut juga diketahui bahwa selama September 1820 sampai April 1821 Napoleon telah diracun 40 kali. Arsenik adalah senyawa beracun yang tidak berwarna, tak berasa, dan tak berbau. Senyawa arsenik inilah yang dicurigai oleh Sten Forshufvud sebagai penyebab kematian Napoleon. Adanya senyawa arsenik dalam tubuh Napoleon juga nampak dari jenazah Napoleon yang masih utuh ketika makamnya 19 tahun setelah kematiannya dipindahkan dari Saint Helena ke Les Invalides, Paris. Tubuh yang mengandung arsenik dengan kadar tinggi tidak mengalami kerusakan apalagi pembusukan karena arsenik bersifat sebagai pengawet.
Ketika di pengasingan, arsenik dikirimkan untuk membunuh tikus. Sten Forshufvud curiga Hudson Lowe bekerjasama dengan orang dekat Napoleon untuk meracuninya. Teman masa kecil sekaligus pengawal Napoleon, Franceschi Cipriani, telah meninggal dahulu sebelum Napoleon di Pulau Saint Helena. Kematian Cipriani cukup mencurigakan. Ia meninggal mendadak setelah menderita suatu penyakit selama 2 hari. Sten Forshufvud tidak mencurigai Louis Marchand karena menganggapnya sebagai seorang yang setia. Kecurigaan jatuh pada Countess de Montholon. Sebagai kepala rumah tangga, Sten menganggap Countess berkesempatan menaruhkan racun pada minuman Napoleon. Countess de Montholon dikenal sebagai tokoh pemboros yang mengabdikan diri kepada siapapun yang berkuasa. Perselingkuhan Albine Montholon dengan Napoleon juga dianggap sebagai motif kuat Countess de Montholon untuk menjadi agen Hudson Lowe yang menusuk Napoleon dari belakang. Namun, kecurigaan ini hanyalah sebuah dugaan Sten Forshufvud yang belum dapat dibuktikan kebenarannya.
(tugas KIMAS ini tuh^^)
Sunday, March 14, 2010
Q.S. Al-Mu'min ayat 7
Saturday, March 6, 2010
Pengelana Hari
Ia tertawa riang menyambut datangnya angin
Namun ia bergemericik, saling bertubrukan satu sama lain
Pernahkah kau menghirup harum permadani?
Ia laksana pagi, menyimpan berjuta tanya yang manis
Namun bimbang, tak berani menggantungkan harapan
Lantas apakah kau bintang laut?
Yang menebarkan pesona hanya dalam cerita
Atau apakah kau sangkakala?
Yang siap mendebarkan hati-hati manusia
Mereka selalu begitu
Menarik-narik tali, tanpa sempat menancap pasak
Menderaskan arus di hulu, tanpa membuka gerbang di muara
Namun, siapa peduli?
Dan bila hari pun tak mau mengaku
Aku pun enggan bertanya
Bila waktu yang berdetik pun tak mau berbagi
Aku pun tak merasa tercuri
Bila masa pun terasa tiada
Aku tak kan palingkan wajahku untuk peduli
note: sebenernya puisi ini saya buat untuk tugas matakuliah apresiasi sastra (yahud kan di itb ad kuliah sastra juga!) :D