Seorang dokter gigi swedia bernama Sten Forshufvud tertarik untuk mengungkap misteri kematian sang kaisar besar Perancis, Napoleon Bonaparte. Ia memulai penelitiannya pada tahun 1955 di kota Goteborg pada usia 52 tahun.
Sten Forshufvud tidak mempercayai keputusan sejarah yang menyatakan penyebab kematian Napoleon adalah penyakit kanker perut. Napoleon Bonaparte meninggal dunia di usia 51 tahun, pada tanggal 5 Mei 1821 pukul 5.45 sore dan dimakamkan di Lembah Geranium, Saint Helena. 6 jam sebelum kematiannya, Napoleon berpesan kepada Dr. Francesco Antommarchi agar dilakukan otopsi terhadap tubuhnya untuk menemukan penyebab kematiannya.
Proses otopsi dilakukan oleh tidak kurang dari 6 dokter, salah satu dokter menyebutkan adanya kerusakan pada organ dalam perut Napoleon. Kemudian diperoleh kesimpulan bahwa penyebab kematian Napoleon adalah kanker perut.
Sten Forshufvud yang hidup satu setengah abad kemudian, tidak mempercayai hasil otopsi tersebut. Ia berpikir seseorang yang mati karena kanker seharusnya bertubuh kurus pada akhir hayatnya. Namun tidak demikian dengan Napoleon, tubuhnya gemuk ketika meninggal.
Penelitian Sten Forshufvud berawal ketika ia menemukan catatan harian Louis Marchand, seorang pelayan Napoleon yang setia. Catatan harian tersebut diterbitkan oleh Henry Lachouque, orang yang juga tertarik untuk meneliti kehidupan Napoleon. Catatan harian tersebut dibuat oleh Louis Marchand untuk putrinya, Malvina, agar putrinya mengetahui pengabdian ayahnya kepada sang kaisar agung.
Dari catatan harian tersebut Sten Forshufvud dapat mengetahui kisah kehidupan Napoleon selama di pengasingan setelah ia dikalahkan di Waterloo oleh tentara Inggris pada tahun 1815. Napoleon diasingkan di Saint Helena, sebuah pulau berbatu yang letaknya ribuan mil dari benua eropa. Pemerintah Inggris tidak mau mengulangi kesalahan yang sama, Napoleon pernah berhasil menyelamatkan diri dan bangkit melawan ketika Inggris mengasingkannya ke Elba pada tahun 1814.
Di sebuah rumah yang disebut Longwood House, Napoleon tinggal dari bulan Oktober 1815 hingga akhir hayatnya bersama beberapa orang terdekatnya, diantaranya Count Tristan de Montholon yang berperan sebagai kepala rumah tangga, seorang teman masa kecil bernama Franceschi Cipriani yang sekaligus berperan sebagai pengawal kepercayaan, Louis Marchand sang pelayan setia, dan istri Countess de Montholon bernama Albine Montholon. Selama di pengasingan kehidupan Napoleon diawasi oleh Gubernur Hudson Lowe, kaki tangan pemerintah Inggris.
Berangkat dari catatan harian Louis Marchand, Sten Forshufvud mencari bukti-bukti yang memperkuat dugaannya, yaitu bahwa Napoleon bukan mati karena kanker melainkan dibunuh, berdasarkan fakta bahwa para penguasa telah beberapa kali merencanakan pembunuhan karena merasa terancam kekuatannya selama Napoleon masih hidup.
Sten Forshufvud melakukan otopsi dengan cara menentukan senyawa kimia yang terkandung pada rambut Napoleon. Rambut ini diperoleh dari Henry Lachouqe dan Dane Mabel Brooks yang memiliki rambut tersebut sebagai warisan turun-temurun keluarganya. Ketika hidup, Napoleon pernah memberikan segenggam rambutnya kepada seorang tetangganya di Saint Helena bernama Betsy Balcombe. Ketika wafat, rambut Napoleon dibagikan kepada kerabat dekatnya sebagai barang berharga dari seorang kaisar besar.
Pada bulan November 1959 Sten Forshufvud meminta seorang ahli kedokteran forensik Universitas Glasgow bernama Hamilton Smith untuk mendeteksi kandungan senyawa dalam rambut-rambut tersebut tanpa memberi tahu darimana rambut-rambut tersebut berasal. Dengan dihujani radiasi neutron di Pusat Penelitian Atom Harwell di luar kota London, berhasil diketahui bahwa terdapat kandungan arsenik dalam rambut tersebut yang kadarnya jauh melebihi manusia normal. Dari analisis tersebut juga diketahui bahwa selama September 1820 sampai April 1821 Napoleon telah diracun 40 kali. Arsenik adalah senyawa beracun yang tidak berwarna, tak berasa, dan tak berbau. Senyawa arsenik inilah yang dicurigai oleh Sten Forshufvud sebagai penyebab kematian Napoleon. Adanya senyawa arsenik dalam tubuh Napoleon juga nampak dari jenazah Napoleon yang masih utuh ketika makamnya 19 tahun setelah kematiannya dipindahkan dari Saint Helena ke Les Invalides, Paris. Tubuh yang mengandung arsenik dengan kadar tinggi tidak mengalami kerusakan apalagi pembusukan karena arsenik bersifat sebagai pengawet.
Ketika di pengasingan, arsenik dikirimkan untuk membunuh tikus. Sten Forshufvud curiga Hudson Lowe bekerjasama dengan orang dekat Napoleon untuk meracuninya. Teman masa kecil sekaligus pengawal Napoleon, Franceschi Cipriani, telah meninggal dahulu sebelum Napoleon di Pulau Saint Helena. Kematian Cipriani cukup mencurigakan. Ia meninggal mendadak setelah menderita suatu penyakit selama 2 hari. Sten Forshufvud tidak mencurigai Louis Marchand karena menganggapnya sebagai seorang yang setia. Kecurigaan jatuh pada Countess de Montholon. Sebagai kepala rumah tangga, Sten menganggap Countess berkesempatan menaruhkan racun pada minuman Napoleon. Countess de Montholon dikenal sebagai tokoh pemboros yang mengabdikan diri kepada siapapun yang berkuasa. Perselingkuhan Albine Montholon dengan Napoleon juga dianggap sebagai motif kuat Countess de Montholon untuk menjadi agen Hudson Lowe yang menusuk Napoleon dari belakang. Namun, kecurigaan ini hanyalah sebuah dugaan Sten Forshufvud yang belum dapat dibuktikan kebenarannya.
(tugas KIMAS ini tuh^^)
No comments:
Post a Comment