Monday, April 12, 2010

Telepon Genggam

Ia termenung menatapi jejak-jejak kakinya. Menyesal sudah. Ia tak dapat menyusurinya karena bagaikan terlukis di atas debu, jejak itu telah hilang dihempas angin. Tak ada yang tersisa. Namun ia masih bisa menatapnya, jauh di lubuk hatinya jejak itu jelas terukir. Sangat menyedihkan, tertanam jelas di hati namun tak dapat disusuri untuk diperbaiki.
Pagi itu ia bangun lebih awal, pukul 04.00. Ia mengendap-ngendap ke kamar tidur kakaknya. Kakaknya itu baru pulang dari negeri tetangga, Singapura. Sebagai oleh-oleh bagi kekasihnya, sang kakak membeli telepon genggam yang baru akan mulai beredar di Indonesia bulan depan. Untuk apa ia mengendap-endap ke kamar sang kakak saat ayam pun belum berkokok? Ia memang bukan pencuri, tapi ia sangat tertarik pada tetepon genggam tersebut. Bukan untuk memilikinya, tetapi untuk dipamerkan pada teman-temannya. Jadi ia berpikir untuk meminjam sehari saja, dibawa ke sekolah kemudian mementaskan drama pencurian yang tragis. Tak pernah dibayangkannya, drama itu akan menjadi benar-benar tragis bagi dirinya.
Sebelum berangkat sekolah, ia mampir ke pangkalan ojek di sudut pengkolan gang rumahnya. Ia mengenal salah satu tukang ojek yang sudah menjadi langganannya. Dengan sedikit kompromi, mereka akan memainkan drama pencurian siang nanti ketika pulang sekolah. Sang tukang ojek akan menggunakan penutup muka, mengancam dengan sebuah pisau agar ia memberikan semua harta yang ada di tangannya kemudian kabur pergi.
Rencana dengan tukang ojek telah dibuat dengan rapi. Maka rencana yang selanjutnya adalah memamerkan telepon genggam tak ada duanya tersebut kepada teman-teman sekelas, tentu saja dengan tujuan utama menarik perhatian gadis cantik berambut panjang yang selama ini dipuja hatinya. Dijelaskannya kepada teman-temannya, harga beserta merek telepon genggam tersebut yang berani di jaminnya tidak akan ditemukan di Indonesia sebelum bulan depan. Dengan perasaan bangga, sepulang sekolah ia menggiring teman-temannya ke posisi perencanaan pencurian. Waktu yang ditentukan adalah pukul 15.00 tetapi sang aktor pencuri ternyata telah datang pada pukul 14.30. Tanpa rasa curiga, ia memberikan telepon genggam milik sang kakak kepada sang aktor pencuri dengan sedikit gertakan saja. Drama pencurian ini dilakukan agar teman-temannya tidak bertanya padanya mengenai telepon genggam tersebut yang tidak akan dibawanya lagi ke sekolah karena akan dikembalikan kepada kakaknya.
Setelah telepon genggam diserahkan kepada sang aktor pencuri, 30 menit kemudian datang lagi aktor pencuri dengan gaya yang sama yaitu dengan penutup muka, membawa sebilah pisau, dan mengendarai sepeda motor. Ia bingung bukan kepalang, dan kekhawatiran mulai merasuki pikirannya. Tanpa dipedulikannya raut bingung di wajah teman-temannya, ia memerintahkan sang aktor pencuri kedua untuk mengejar aktor pencuri pertama yang telah pergi dengan sepeda motor.
Rupanya ada tukang ojek lain ada yang mendengarkan percakapan mereka tadi pagi mengenai rencana drama pencurian. Entah sang pendengar ini sesama tukang ojek atau memang seseorang berprofesi maling yang memang kebetulan lewat. Hingga petang datang memayungi langit dan suara adzan maghrib terdengar, telepon genggam tersebut belum kembali ke tangannya. Harus mencari ke mana pun ia sudah tak tahu.
Dengan kepala tertunduk menatapi kakinya yang melangkah, ia berjalan gontai ke rumah. Langkahnya kecil-kecil, tak berani ia perbesar karena tak tahu apa yang harus ia katakana kepada kakaknya ketika sampai di rumah.


>> ini ni buat tugas apsas!! :D

No comments:

Post a Comment